HOME

Tuesday, October 5, 2010

Ambarawa, Jateng; Negeri Khayalan Candi Gedong Songo

Ambarawa sebuah kota kecil yang terletak di jalur lintasan antara kota Bawen dan Muntilan di Jawa Tengah. Mungkin, kota-kota kecil tersebut tak terlalu akrab bagi masyarakat yang tinggal di luar kota Semarang atau Yogyakarta. Kota Bawen memang kota kecil. Kota ini merupakan persimpangan jalur kendaraan dari Semarang menuju Salatiga atau Magelang. Nah, bila kita berkendaraan dari Semarang menuju Magelang, setelah Bawen kita akan melewati Ambarawa.

Sedikit cerita tentang kota berhawa sejuk ini. Ada legenda yang melatarinya, yakni legenda Rawapening. Rawa ini memang terbentang amat luasnya. Rawa inilah yang menjadi sebab mengapa kota ini bernama Ambarawa, yang artinya rawa yang luas (amba=luas; bhs. Jawa). Dan, sampai saat ini Rawapening tersebut pun masih ada.

Berkunjung ke Ambarawa, kita akan menemukan berbagai obyek wisata menarik. Di sana ada museum kereta api dengan koleksi kereta tuanya. Atau jika kita bergeser ke daerah wisata Bandungan, terletak kurang lebih 20 kilometer dari Ambarawa, kita bisa berkunjung ke lokawisata sejarah Candi Gedong Songo.

Untuk mencapai obyek wisata ini tidaklah sulit. Bila berangkat dari kota Semarang kita naik bus jurusan Yogyakarta. Begitupun sebaliknya, bila dari Yogyakarta pilihlah bus ke Semarang. Lalu, turun di kota Ambarawa. Demikian pula bila menggunakan kendaraan pribadi. Tempuhlah jalur Semarang-Yogyakarta.

Sesampainya di Ambarawa kita bisa langsung menuju ke Bandungan. Untuk yang berkendaraan umum tak perlu khawatir. Banyak angkutan pedesaan yang siap mengantar pelancong ke lokawisata tersebut. Mintalah turun di pertigaan Poli (toko Pauline). Di sini telah berjejer angkutan pedesaan tersebut. Namun, angkutan umum itu tak langsung membawa pelancong ke lokasi candi. Kita turun di pertigaan Gedong Songo. Kemudian perjalanan ditempuh dengan menggunakan ojek hingga tujuan.

Menjejakkan kaki di pelataran candi anganpun bisa melayang ke sebuah negeri khayalan. Bagaimana tidak? Kabut putih akan segera menyergap kita, meskipun kita masih berada di kaki candi. Belum lagi udara dingin yang menggigilkan sumsum. Kemudian, memandang ke atas akan terlihat gugusan sembilan candi yang berdiri megah berpencar.

Candi ini memang dibangun berpencar dan tersusun di atas bukit. Satu bangunan candi berdiri di atas lahan sendiri seluas sekitar 150 X 30 meter persegi. Bangunan candi berurutan. Candi pertama menempati lokasi paling bawah, kemudian berurutan naik dengan jarak bervariasi antara candi pertama, kedua dan seterusnya.

Letak candi tidak berdiri berurutan seperti anak tangga. Antara bangunan yang satu dengan yang lain terkadang berada dalam arah yang berbeda. Tapi, yang pasti, urutannya selalu naik ke atas. Otomatis, kita akan berjalan melingkar-lingkar jika hendak mencapai bangunan candi berikut. Sekadar saran, bila anda ingin mendaki menikmati keindahan sembilan candi ini baiknya anda mengambil jalan ke kiri setelah melewati gerbang lokawisata. Memang tak ada aturan untuk itu. Namun, dengan demikian pendakian menuju candi berikut akan terus berurutan.

Semakin tinggi kita mendaki matapun takkan lelah memandang. Di kanan-kiri jalan setapak, yang mulus diberi paving block, terlihat pemandangan alam yang indah. Pepohonan pinus terlihat menjulang di kejauhan dengan pucuknya yang seolah hendak menusuk awan-gemawan. Makin ke atas udara makin dingin namun sangat menyegarkan. Kabutpun terus melingkar-lingkar di sekitar kita.

Menapaki bangunan candi dari urutan pertama hingga sembilan memberi kesan tersendiri di hati. Jalan yang mendaki berkelok, bangunan candi yang kokoh berdiri di ketinggian, udara yang sejuk, kabut tipis yang selalu melayang memberi kenangan eksotis yang tak terlupakan.

Candi ini dinamakan Gedong Songo karena memang terdiri dari sembilan bangunan candi. Dalam bahasa Jawa, Gedong berarti bangunan dan Songo artinya sembilan. Dan, sesuai dengan urutannya candi ke sembilan berdiri anggun di puncak bukit.

Konon bangunan candi yang ke sembilan ini melambangkan perjalanan akhir manusia mencapai kesempurnaannya. Bentuk bangunan candi bercirikan bangunan dari kerajaan Hindu Nusantara. Di mana setiap bangunan memiliki ruangan untuk tempat pemujaan.

Selain bangunan candi, ada obyek lain yang ditawarkan lokawista ini, yakni sumber air panas belerang. Menjelang puncak bukit terdapat beberapa titik sumber air panas yang berbentuk kolam-kolam kecil. Pengunjung bisa istirahat di sini, sambil menikmati pemandangan sekitarnya yang hijau dan dingin basah.

Keberadaan lokawisata candi Gedong Songo memang sudah tak asing lagi bagi para pelancong. Saat musim liburan lokawisata ini akan ramai dikunjungi. Pelancong tak hanya datang dari kota-kota sekitar lokawista, tapi juga dari kota lain seperti Semarang, Solo, Yogyakarta bahkan Jakarta.

Thursday, September 23, 2010

TANAH LOT – BALI

Terletak di desa Beraban atau 13 km sebelah barat Tabanan, Pura Tanah Lot hampir selalu ditawarkan oleh setiap pemandu wisata di Bali untuk dikunjungi. Tempat yang asik tuk memotret sunset ini (sambil duduk2 dan minum kelapa muda) memiliki keunikan antara lain lokasi pura yang berada diatas bukit batu besar pinggir laut. pada saat air surut dan tingginya tidak lebih dari selutut, kita masih bs nyebrang menuju tempat itu.
Image Hosted by ImageShack.us
Menurut sebuah sumber tersebutlah legenda dari kisah perjalanan pendeta asal Jawa Timur bernama Dang Hyang Nirartha yang tengah menuju ke timur untuk menyebarkan ajaran Hindu. Sampai pada suatu saat, Dang Hyang Nirartha tiba di salah satu pantai dengan pulau kecil ditengah lautnya dengan tanah parangan dan bebatuan keras di bawahnya. di tempat itulah sang pendeta beristirahat dan tak lama kemudian datang para nelayan membawa sesembahan untuknya. kemudian di tempat itu Dang Hyang Nirartha menyampaikan ajaran agamanya dan menyarankan masyarakat sekitar tuk membangun tempat suci di pulau tempatnya menginap. Sepeninggal sang pendeta, masyarakat membangun tempat suci di atas pulau dengan nama Pura Luhur Tanah Lot yang artiya tanah di tengah laut.
Image Hosted by ImageShack.us

Ternyata tidak semua orang boleh masuk ke dalam pura tsb. para wisatawan hanya diperbolehkan melongok dari bawah pura. hanya orang2 tertentu yang hendak bersembahyang atau melakukan kegiatan keagamaan yang diperkenankan masuk ke dalam pura. Terkait dengan konsep triangga (penggambaran tubuh manusia dari kepala, badan hingga kaki), pura ini menjadi terkait dengan 2 tempat suci lainnya di Tabanan, yaitu Pura Luhur Batukaru (hulu) dan Pura Puser Tasik (madya) serta Pura Tanah Lot sebagai hilirnya. Pura hulu dan hilir ini pun digambarkan sebagai simbolisasi lingga dan yoni, Pura Luhur Batukaru sebagai lingga (purusa)dan Pura Tanah Lot sebagai yoni (segara). perpaduannya menjadi sumber kehidupan yang mensejahterakan manusia disekitarnya.
Image Hosted by ImageShack.us
Di sebelah utara pura, tepatnya di dalam gua bawah tebing, terdapat ular yang dikeramatkan. ular pipih beracun berwarna hitam kuning ini dipercaya sebagai selendang Dang Hyang Nirartha yang terlepas saat sedang bertapa dan hingga kini menjadi penjaga pura. di tempat ini pula terdapat sumber air tawar bernama Tirta Pabersihan (biasa digunakan sebagai sarana memohon kesucian).