HOME

Sunday, May 9, 2010

Tokoh Spiritual India Akui Kedamaian Bali

salah seorang tokoh spiritual asal India yang baru pertama menginjakkan kakinya di Bali, mengaku merasakan vibrasi atau getaran kedamaian di Pulau Dewata. "Apa yang saya rasakan, mungkin sama dengan yang diakui oleh banyak masyarakat internasional yang telah melakukan perjalanan wisata spiritual ke Bali. Kondisi alam yang indah dan perilaku masyarakat religius mendukung terciptanya rasa itu," katanya di Denpasar, Ahad (9/5) petang.

Vibrasi rasa damai itu, katanya, menjadi salah satu pendorong banyaknya kaum spiritual dunia ramai-ramai datang kembali ke "Pulau Kahyangan" Bali. Di depan kaum spiritual yang menunggu kehadirannya, wanita berusia 62 tahun itu mengatakan bahwa orang-orang suci mancanegara kerap berkunjung ke Bali untuk bisa menikmati sekaligus memberikan vibrasi kedamaian.

Masyarakat Bali, selama ini melakukan ritual dengan memuja Ida Sang Hyang Widi Wasa sebagai manifestasi Tuhan Yang Maha Esa. "Tidak mengherankan jika turis asing berduyun-duyun melakukan perjalanan ke daerah ini untuk dapat merasakan kedamaian yang belum tentu bisa didapatkan di negerinya. Saya kagum terhadap keindahan dan keramahtamahan masyarakat Bali," tutur Sister Shashi didampingi Pimpinan Pusat Studi Spiritual Brahma Kumaris Bali, Sister Janaki.

Sister Sashi yang mengaku sudah 52 tahun menggeluti spiritual Raja Yoga Brahma Kumaris, pada kesempatan itu melakukan pelayanan dengan membahas falsafah karma atau "hukum sebab akibat" bersama masyarakat dan pemuka agama setempat.

Dalam program publik tersebut disamping memberikan wacana juga diselingi dengan pemutaran film spiritual yang spektakuler, yakni mengungkap rahasia perjalanan jiwa setelah mati. Perjalanan jiwa dari satu badan ke badan yang lainnya sesuai karma atau perbuatan.

Film yang didatangkan khusus dari India itu membongkar rahasia inkarnasi atau penjelmaan roh pada makhluk lain, terutama manusia. Film yang menceritakan perjalanan sang jiwa yang abadi itu mendapat partisipasi yang besar dari masyarakat setempat.

Yogi atau penganut yoga di jajaran Raja Yogi Brahma Kumaris yang berpusat di Madhuban, India, selain datang ke Bali juga memberikan pelayanan spiritual guna menebarkan kedamaian dan memberi pencerahan di sejumlah negara Asia lainnya seperti Filipina, Tokyo dan Singapura.

Sunday, May 2, 2010

Polda Bali Gaet NCB Buru Pembuat Film Gigolo

Sepuluh orang yang muncul dalam cuplikan Cowboys in Paradise diperiksa polisi. Namun, belum bisa dipastikan kapan pembuat film, Amit Virmani bisa diperiksa.
Saat ini, penyidik dari Polda Bali menghadapi kendala ektradisi. Menurut Kabidhumas Polda Bali Kombespol Gde Sugianyar, tata cara pemanggilan sutradara Cowboys in Paradise itu, mau tidak mau, harus melibatkan Bareskrim Mabes Polri.
''Kami harus melapor ke Bareskrim Polri dan National Central Bureau (NCB),'' ujar Sugianyar di Bali.
Sampai saat ini, baru tiga orang yang muncul dalam adegan Cowboys in Paradise diperiksa di Polda Bali. Dua orang adalah koboi Kuta dan seorang tokoh masyarakat.
Dua koboi Kuta adalah Bima, 26, asal Jember, dan Denis, 27, dari Sumatera Barat. Mereka adalah teman Arnold, Fendi, dan Argo, koboi Kuta yang lebih dulu diperiksa polisi.
Sedangkan tokoh masyarakat yang kemarin juga diperiksa adalah Ketut Suardana, tokoh masyarakat Ubud, Gianyar, yang pernah memimpin kesebelasan Persegi.
Dalam pemeriksaan kemarin, Bima dan Denis juga mengaku tidak tahu video yang disyuting Amit Virmani, sutradara Cowboys in Paradise, itu untuk film.
Dalam film pendek tentang gigola tersebut, Bima berperan sebagai pemain surfing yang direkam Amit. ''Saya hanya diminta main surfing,'' ujar Bima kepada penyidik.
Bima mengaku pernah berkenalan dengan Amit pada akhir 2007 atau awal 2008. Menurut dia, Amit yang pelancong asal Singapura itu tak pernah membicarakan soal film. ''Dia bilang untuk koleksi pribadi,'' katanya.
Untuk main surfing itu, kata Bima, Amit hanya memberikan Rp 150 ribu. ''Dia pernah kasih uang. Tapi, saya lupa berapa. Mungkin sekitar Rp 150 ribu,'' tuturnya.
Denis, bahkan mengaku sama sekali tidak kenal Amit. Dalam cuplikan Cowboys in Paradise, pemuda asal Sumbar itu tampak bermain bola dengan turis bule.
''Saya cuma main bola. Saya tidak tahu ada orang yang merekam,'' ujar Denis.
Tidak hanya tak mengenal Amit, Denis bahkan mengaku tidak menonton cuplikan Cowboys in Paradise di internet. ''Saya tahu dari TV, bukan dari filmnya langsung,'' tuturnya.
Bima maupun Dennis mengaku malu wajah mereka muncul dalam cuplikan film menghebohkan tersebut. ''Nggak enak sama keluarga, juga sama orang asli Bali,'' imbuh Denis.
Karena tidak merasa dimintai izin, apalagi film itu ditayangkan ke publik, Denis menyatakan akan menuntut Amit. ''Kalau bisa, orangnya dituntut. Saya sama sekali bukan gigolo,'' tegasnya.
Sementara itu, Ketut Suardana dimintai keterangan karena wajahnya muncul pula dalam cuplikan Cowboys in Paradise yang beredar di internet.
Tak seperti Bima dan Denis yang dijemput polisi, Suardana datang sendiri ke polda. Sebelum diperiksa penyidik, Suardana menyatakan siap menjawab apa adanya demi kepentingan hukum.
''Saya siap dimintai keterangan apa pun,'' ujarnya. Sebagaimana Bima dan Dennis, Suardana juga mengaku tidak tahu adegan yang melibatkan dirinya itu adalah bagian dari film tentang gigolo.
Saat pengambilan gambar pada 2008, dia hanya diminta untuk menjelaskan penyebaran HIV/AIDS di Bali. ''Hanya itu. Jadi, saya juga tidak tahu syuting itu untuk film,'' tuturnya